Apa itu keluarga? Banyak orang setuju bahwa keluarga adalah suatu gambaran sederhana kehidupan suami-isteri dalam keluarga beserta anak-anaknya sebagai buah dari perkawinan mereka. Inilah yang sering disebut sebagai suatu keluarga inti. Ikatan keluarga itu terjalin karena adanya suatu perkawinan yang sah dan resmi. Keluarga inti tidaklah berdiri sendiri, tetapi juga merupakan bagian dari keluarga besar, seperti: tante, paman, saudara sepupu, kakek, nenek, dsb.
Tetapi ada juga kita temukan ada keluarga dengan satu orang tua (hanya bapak atau ibu saja), di mana anak-anak dididik oleh satu orang tua itu (single parent). Hal itu dapat disebabkan karena perceraian, kematian, pisah rumah, atau akibat keputusan untuk tidak menikah. Bila ada orang tua yang menikah lagi setelah perceraian atau kematian pasangannya, keluarga itu akan kembali lengkap, menjadi keluarga inti. Hanya saja keluarga itu sering disebut sebagai keluarga gabungan karena terjadi dari gabungan dua keluaga mereka yang pertama.
Dari banyak ajaran agama dan moral, kita tahu bahwa hubungan dalam keluarga merupakan sebuah perwujudan dari kehadiran Allah di tengah keluarga. Allah hadir lewat cinta dan kehangatan keluarga. Untuk itu lewat keluarga, sebenarnya kita belajar mencintai. Itulah alasan kenapa banyak orang begitu menghargai kehidupan berkeluarga.
Dengan alasan itu, maka kebanyakan orang di dunia ini berkeluarga. Namun seringkali orang mempertanyakan mengapa mesti menikah dan membangun keluarga? Untuk apa menikah? Untuk apa harus mempertahankan keutuhan keluarga? Ada yang memandang bahwa pernikahan dipandang sebagai perkara lumrah. Maka, tatkala perkawinan putus di tengah jalan, juga dipandang sebagai perkara yang lumrah. Bahkan, sampai dimasuk dalam berita di layar kaca? Misalnya, keretakan rumah tangga seorang artis, perceraian seorang artis, dsb. Padahal, dalam hidup berkeluarga sebenarnya diperlukan suatu perjuangan yang tidak ringan. Suami-isteri harus berjuang untuk mempertahankan kesetiaan dan cinta mereka dalam perkawinan sampai mati. Mereka harus juga berjuang untuk menunjukkan tanggung jawabnya dalam memenuhi kebutuhan anak-anaknya, berjuang untuk mencintai anak-anaknya meskipun kadang-kadang anaknya sering menyusahkan hati dan membandel.
Dalam setiap agama, tentulah menjunjung tinggi arti perkawinan didalam keluarga. Secara umum, makna perkawinan itu adalah suatu persekutuan hidup antara laki-laki dengan perempuan sebagai suami-isteri berdasarkan cinta untuk mengusahakan kesejahteraan, kebahagiaan, kesempurnaan, dan keturunan. Tujuan dari hidup perkawinan itu di antaranya untuk: mendapatkan keturunan, mendapatkan kebahagiaan, dan mendapatkan kesejahteraan.
Buah-buah perjuangan orang tua dapat dirasakan lewat:
1. Tindakan orang tua yang mempertahankan keberadaanku sbg anaknya. Karena jika mereka mau, mereka dapat menggugurkan aku ketika masih janin dalam perut ibu.
2. Tindakannya yang mencukupi kebutuhan hidupku
3. Tindakanya dalam mendidik aku menuju kedewasaan
4. Tindakan mengasihi sampai kini.
Di dalam perkawinan, seks mempunyai 3 makna, yaitu:
1. sebagai media prokreasi (melanjutkan keturunan)
2. sebagai perekat hubungan / relasi suami-isteri (ungkapan rasa cinta)
3. sebagai rekreasi (unsur kenikmatan).
Ada 5 akibat yang ditimbulkan oleh perkawinan, yaitu:
- Monogami, yaitu: antara satu laki-laki dan satu perempuan
- Heteroseksual, yaitu: seorang laki-laki dan satu perempuan
- Dinyatakan secara publik, artinya: meninggalkan orang tua yang berarti peristiwa publik dan sosial
- disempurnakan dalam persekutuan seksual, artinya: dua pribadi yang disatukan menjadi satu daging
- seumur hidup, artinya: tidak terpisahkan kecuali oleh maut.
Dalam peristiwa menyatunya laki-laki dan perempuan menjadi ‘satu daging’, umat manusia mempunyai kemungkinan untuk menjajagi kedalaman keintiman dalam keagungannya yang penuh, memberi dan menerima, mengenal dan dikenal, membuka diri dan menerima. Hal ini pada hakikatnya merupakan anugerah hidup dan tujuan-tujuan perkawinan yang diharapkan oleh ajaran agama manapun. Allah merancang perkawinan sebagai komitmen sepanjang hidup.
Setiap pilihan hidup tentulah mempunyai konsekuensi yang mesti dihadapi. Perkawinan itu pun demikian. Konsekuensi dari perkawinan, yaitu:
1. Status pemuda-pemudi berubah menjadi bapak-ibu atau suami-isteri sehingga sehingga meski berlaku juga bapak/ibu atau suami/isteri.
2. Status anak berubah menjadi orang tua, dan hal ini menuntut perubahan pola pikir dan perilaku dari anak menjadi orang tua. Selaku anak dalam keluarga, kita dapat memberikan sumbangan, antara lain: membantu pekerjaan orang tua (menyapu,memasak, berbelanja, dsb), mensyukuri karunia dalam keluarga, ikut berjuang dalam suka-duka keluarga.
Sebagai seorang anak, kita perlulah mempersiapkan diri guna persiapan hidup berkeluarga. Persiapan itu meliputi:
1. Persiapan diri: persiapan yang menyangkut diri calon bapak/ibu, misalnya:
¯ Calon bapak mempunyai sikap kebapakan, yaitu: tabah, tekun, bertanggungjawab, dll.
¯ Calon ibu mempunyai sikap keibuan, yaitu: ramah, sabar, teliti, penyanyang, dll.
¯ Sehat secara fisik dan mental
¯ Mengenallatar belakang suami/isteri
¯ Memahami makna, hakikat, dan tujuan perkawinan.
2. Persiapan sarana, meliputi:
] Memiliki penghasilan sendiri
] Memiliki sarana material (rumah, kendaraan,dll)
] Melengkapi syarat-syarat administratif untuk sahnya perkawinan
3. Persiapan lain, meliputi:
v Jangka panjang: laki-laki dan perempuan bergaul secara bebas bertanggungjawab
v Jangka menengah: laki-laki dan perempuan bergaul secara lebih khusus (pacaran)
v Jangka pendek: laki-laki dan perempuan bergaul sepakat saling mengikat janji untuk menikah (bertunangan).
Perkawinan Katolik bercirikan:
V Perkawinan itu anugerah Allah
V perkawinan yang monogami (satu pria dan satu wanita)
V Perkawinan yang tak terceraikan sampai mati (setia seumur hidup)
*****